Ketika aku kecil, aku menemukan seseorang
yang mungkin bisa menjadi sahabatku. Dia mengerti akan diriku. Perkembanganku,
pertumbuhan tubuhku, dan menyediakan semua hal yang kubutuhkan. Dia menyiapkan
semuanya. Melindungku dari gangguan kecil seperti bakteri atau virus yang ingin
menyerangku. Dia bagaikan sistem imun di tubuhku. Siapa yang menyangka umurnya
tidaklah panjang. Orang itu bahkan belum merasakan arti sebuah kehidupan. Dia
tidak tahu bagaimana diriku menjalani dunia ini dengan sedikit kelicikan.
Dunia tidak seluas isi kepala. Isi kepala bisa diperluas dengan imajinasi. Boleh jadi nyata, boleh jadi sekedar angan-angan saja. Jangan membatasinya dengan omongan orang atau pesimistis belaka. SMILE!!!
Wednesday, April 13, 2016
Saturday, March 5, 2016
THA-LIA
Kami
makan siang bersama. Di kantin sekolah yang lumayan ramai di jam istirahat.
Matanya yang bulat menatapku dengan lembut. Berkedip beberapa kali, menungguku
bicara. Pesanan kami datang. Bakso mercon dan sepiring sayuran rebus tanpa
bumbu milik cewek yang sedang duduk di depanku.
Saturday, February 27, 2016
Melody Yang Samar
Duduk di bukit kecil, menghadap cakrawala
ditemani angin sepoi di sore hari membuat pikiranku fresh, seperti bayi yang
baru lahir. Hamparan sawah dengan warnanya yang indah, hijau dan hiasan coklat
dari ilalang gajah. Hutan kecil yang ditumbuhi pohon-pohon besar menghalangi
pandanganku untuk lebih jauh menikmati ciptaan Tuhan ini. Cicitan burung kecil
menghantui telingaku, membuatku lupa kalau aku masih hidup.
Tiba-tiba, sesuatu membuyarkan lamunanku. Sesuatu
yang lebih indah, yang memaksa masuk ke rongga-rongga telingaku. Aku
memperhatikannya lebih dekat. Mendengarkan setiap melody yang tersamar di
antara riuhnya daun yang bergesekan. Aku menangkapnya. Keindahan melody yang berasal
dari gesekan benda indah berwarna coklat.
Saturday, February 20, 2016
Makhluk bernama 'WANITA'
Benar yang dikatakan banyak
cowok kalau cewek itu makhluk yang aneh. Kita nih –bangsa cewek, selalu
menuntut lebih ke kalian. Kita gak mau disalahkan dan selalu ingin menang. Padahal
sih kita cuman butuh perhatian, support dan ketulusan. Yaa, walaupun kita
sering mengecewakan kalian.
Apa yang sebenarnya terjadi
adalah cowok cuman butuh kesabaran. Sabar dalam mengerti sifat alami cewek,
sabar dalam menghadapi kemanjaan cewek, dan sabar dalam menangani sikap
kekanak-kanakan cewek. Susah gak sih?
Saturday, February 13, 2016
Cinta (monyet) pertamaku
Setiap
hari aku melewati jalan yang sama. Setiap hari pula aku bertemu dengan orang
yang berbeda. Tempat yang selalu kulihat di pinggir jalan, di depan lapangan
tenis yang tidak terpakai. Aku ingat beberapa tahun yang lalu kamu masi berdiri
disana. Menunggu seseorang yang bukan aku. Memakai jaket dan topi dan kamu
memasukkan tanganmu ke saku. Kupikir kamu kedinginan karena hujan semalam.
Kamu
tidak pernah tersenyum. Ditempat itu sambil sesekali jongkok lalu berdiri lagi
ketika angkot yang kutumpangi berhenti di depanmu. Seharusnya kamu melihatku,
setidaknya melirik ke arahku. Tapi matamu sama sekali tidak menemukanku
diantara belasan orang di angkot itu. Begitulah keadaan yang terjadi antara
kamu dan aku.
Friday, February 5, 2016
Peramal Kelas A
Hal
yang paling menyebalkan adalah pergi ke kantin saat jam istirahat. Kalau bukan
karena Amel –pacarku– yang ngajak ketemuan, huh... aku males jalan kesana.
Mending ke perpustakaan atau ke lapangan main futsal sama anak-anak.
“Eh,
sayang,” kata Amel mulai curhat, “Tau gak, masa’ si peramal bilang kita bakal
putus gara-gara kamu suka sama cewek lain. Nyebelin gak sih?”
“Si
peramal siapa?” jawabku setengah cuek. Kunikmati saja bakso bu kantin sambil
mendengarkan mulutnya mengoceh.
“Itu
loh, anak indigo yang pernah aku ceritain itu. Masa’ kamu lupa sih?” Amel
memonyongkan bibirnya.
Dari
sejuta ocehannya, mungkin yang masuk ke ingatanku cuman seputar pelajaran, film
dan hobby shoppingnya. Aku mengangguk pura-pura ingat. Bakso bu kantin lebih
menarik perhatianku daripada ceritanya tentang si peramal itu.
“Kamu
dengerin aku gak sih?”
“Huh?
Ya, denger sih. Tapi disini kan rame, jadi agak kurang jelas gitu!”
Mulut
Amel semakin monyong. Dia kelihatan kesal, kayak kambing yang mau disembelih.
Aku tersenyum melihatnya. Mungkin ini yang kusuka darinya. Caranya
mengekspresikan kekesalannya itu begitu lucu dimataku. Bukannya mengumpat tapi
memonyongkan bibirnya seperti platipus. Hahaha... pipinya yang menggembung
membuat wajah chubbynya semakin menggemaskan. Kucubit pipi bakpao itu sampai
Amel mengeluarkan suara manjanya.
“Jadi
kamu percaya?” kataku menanggapi.
“Enggak
lah! Dia kan anak aneh yang lebih suka ngomong sendiri. Apa semua anak indigo
kayak gitu ya?” kata Amel, menyeruput kuah baksoku.
“Mungkin.
Aku gak pernah punya temen anak indigo.”
“Tapi
nih ya, apa yang keluar dari mulutnya itu beneran terjadi loh sayang!” wajah
Amel mulai serius, “Kemarin dia ngomong gini ke bu Janet, ‘Ibu jangan ke kamar
mandi, nanti ibu jatuh!’ dan kamu tau sendiri kan apa yang terjadi sama bu
Janet selanjutnya?”
Saturday, January 30, 2016
The fucking one are called SAHABAT
Mungkin, menurutku saja, sahabat adalah sosok
istimewa yang mengerti diri kita seutuhnya. Mulai dari sifat, hobby, sikap,
sampai kemana arah pikiran kita. Bisa dibilang sahabat adalah satu-satunya yang
tahu rahasia terbesar kita seperti orang yang kita suka misalnya. Hahaha...
orang yang kita suka bukanlah suatu rahasia bagiku, tidak! Itu hanya sejumput
kotoran kecoak yang tidak sengaja masuk ke vacum cleaner.
Sahabat, yang sebenarnya –masih menurutku,
hanyalah bayangan. Benda hitam yang mengikutiku kemana-mana. Sahabat adalah
bayang-bayang dari rasa takut. Seperti penguntit yang tidak berasa, berbau, dan
tidak terlihat. Sesuatu yang tidak akan kutemui di google map. Aku lebih suka
memanggil mereka, the fucking one. Hanya orang bodoh yang masih percaya
apa itu sahabat. Mencari arti dari sebuah persahabatan.
Saturday, January 16, 2016
Albino yang Misterius
Seorang
cewek albino berambut pirang masuk dan mempekenalkan dirinya. Keramaian pun
muncul. Kelas yang semula sunyi berubah ricuh. Seperti demo mahasiswa yang
terjadi belakangan ini. Apalagi anak cowok. Kalau ada yang bening sedikit saja
sudah seperti orang kesurupan. Teriak sana sini cuma mau cari perhatian.
Butuh
waktu lama untuk membuat mereka diam. Tapi akhirnya mereka bungkam juga. Anak
baru itu dipersilahkan duduk di bangku kosong disamping Evan. Sontak saja Evan
bahagia, membuat iri cowok lain di kelas.
“Hai,
kenalin gue Evan!” kata Evan malu-malu.
Cewek
itu tersenyum. Membuat Evan semakin jatuh cinta. Dia punya gigi gingsul yang
indah yang membuat senyumnya semakin terlihat manis. Mereka berjabatan.
Tanganya lembut dan terasa dingin saat menyentuh kulit Evan.
“Elisa!”
jawab cewek itu.
Karena
duduk berdekeatan, mereka sering mengobrol, tetapi dia tidak pernah
membicarakan keluarganya. Dalam segi akademik, bisa dibilang Elisa anak yang
jenius. Dia sudah mampu mengejar ketertinggalan. Hal itu membuat Evan semakin
kagum. Sebuah benih cinta pun tumbuh di hatinya.
Pagi-pagi
sekali Evan sudah berangkat. Padahal hari ini bukan jadwal piketnya. Evan segera
menuju kelas. Dia mengeluarkan kertas dan bolpoin. Tanpa membuang waktu Evan
menenggelamkan diri kedalam tulisannya.
“Ngerjain
apa?” sapa Elisa yang tiba-tiba muncul di hadapannya.
Hal
itu membuat konsentrasi Evan buyar. Dia menoleh. “Elisa? Sejak kapan elo
disini?”
“Gue
baru dateng kok!” Elisa terenyum. Dia duduk di samping Evan, “Ngerjain apa?”.
“Oh
ini, tugas esay Bahasa Inggris! Semalem gue lupa buat!!”
“Mau
gue bantu!” Elisa menarik buku Evan. Mengoreksi tulisannya yang amburadul.
Bukan
sulap bukan sihir, pekerjaan Evan selesai lebih cepat. Dan yang paling ajaib
tulisannya benar-benar rapi. Dia yakin bakal dapet nilai bagus nanti.
Kebahagiaan terpancar di wajahnya.
Semakin
hari, Elisa dan Evan semakin dekat. Perasaan Evan semakin lama semakin dalam.
Rasanya hampir meledak. Apalagi kalau mereka sedang bercanda. Saat melihat
Elisa tertawa lepas, serasa dunia miliknya dan Elisa seorang.
Bintang
yang bersinar lebih terang dari biasanya. Walaupun masih sering berkompetisi
siapa yang paling cerah, mereka tetap berjejer rapi di langit. Secara tiba-tiba,
bayangan Elisa muncul. Seolah tidak percaya Evan mengusap matanya.
“Ih,
kok jadi mikirin Elisa?” Guman Evan sendirian di balkon rumahnya.
Jam
menunjukkan pukul sebelas malam. Tapi mata Evan masih tetap terjaga. Evan
melirik ke arah jalanan di depan rumah. Sepi. Terdengar lolongan anjing. Lama
kelamaan Evan bosan bengong sendirian. Dia memutuskan mencari makanan di depan
kompleks rumahnya.
Beberapa
rumah masih terang, sedangkan sisanya gelap. Hanya lampu taman dan lampu
jalanan yang menjadi penerangnya saat ini. Dia berjalan seolah tidak ada
akhirnya. Ditatapnya lurus kedepan. Perjalanan masih panjang. Evan seolah
berada di sebuah lubang yang sangat dalam. Hitam gelap. Tidak berujung.
GUBBRRAAAKKK...
Evan
menabrak sesuatu. Dia terjatuh.
Saturday, January 9, 2016
Shortcake cinta
Selesai. Semuanya akan selesai
sampai disini. Kisahku dan dia, satu-satunya orang yang ada di hatiku selama
ini akan berakhir. Aku tidak sanggup membayangkannya. Apa yang akan aku lakukan
setelah ini? Tanpanya disisiku, tidak akan ada hal yang menyenangkan lagi.
Kehidupanku akan hambar.
***
Pesanan sudah datang. Shortcake
strowberry dengan lapisan coklat nikmat di dalamnya siap tersaji di atas meja.
Wah, kelihatannya sedap. Bibirku tidak berhenti tersenyum membayangkan betapa
lezatnya kue itu saat berada di mulutku.
“Huh, lebay! Hampir setiap hari elo
makan itu, kan?”, kata Radit membuyarkan lamunanku.
“Tapi ini kan spesial,” kataku
manja, “Spesial kelulusan kita! Sebagai tanda kalau mulai hari ini kita resmi
jadi dewasa. Ah, senangnyaaaa!!!”, kataku sambil menggigit kue itu. Hmmm...
Lezat!!
“Kita kan baru lulus SMP! Daripada
mikirin itu, mending elo mikirin mau SMA dimana!”, balas Radit.
“Emang elo udah tahu mau SMA
dimana?”,
Radit meletakkan shortcakenya.
Pandangannya mengarah jauh ke luar. Ke arah jalanan yang ramai. Entah apa yang
dilakukannya, melamun atau...?
“SMK Teknik Mandiri!”, katanya
tiba-tiba dengan bangganya.
Aku terkejut. SMK Teknik? Itu kan
sekolah khusus cowok. Tapi kenapa? Dia tidak pernah membicarakan ini denganku.
Aku tidak percaya, dia pasti bercanda.
“Gue pingin setelah lulus nanti
punya keahlian, mandiri dan bertanggung jawab. Jadi gue memutuskan untuk masuk
SMK Teknik.”, kata Radit menjelaskan.
“Apa lo bakal tinggal di asrama?”,
Radit menjauhkan matanya dariku.
Dia mengangguk sambil memandang ke luar toko.
“Oh, baguslah kalau begitu!
Hahaha...!”, aku tidak tahu harus bicara apa lagi. Berita ini sangat
mengejutkan untukku.
“Jadi lo dukung gue?”,
“Kenapa nggak?”,
“Tapi kita bakalan..... Ah, bagus
kalau gitu!”, balas Radit sambil mengacak-acak poniku.
Shortcake strowberry yang semula
lezat, berubah menjadi hambar. Suasana yang semula menyenangkan, tiba-tiba
berubah canggung. Radit tidak banyak bicara seperti biasanya. Dia bahkan tidak
menanyakan dimana aku akan melanjutkan SMA. Apa dia tidak ingin tahu tentang
aku? Atau dia memang tidak peduli padaku? Ah... menyebalkan.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Seseorang di kepalaku
Jangan, jangan pergi. Enggak, aku harus pergi. Jangan, kalau aku kesana aku bakal jadi bahan omongan. Ayolah enggak bakal ada yang ...
-
Gue bukan sepenuhnya penggemar Hey! Say! Jump! Hanya pengagum rahasia saja. Dimana ketika gue melihat Hey! Say! Jump! yang ada dipikiran gue...
-
Pagi all, Hajimemasite... Ijinkan gue buat ngenalin diri terlebih dahulu. Yang belum tau, nama gue Erika S Wulandari. Mau tau apa singkat...
-
Bagi kalian yang punya kakak, entah itu laki-laki atau perempuan pasti pernah ngerasa yang namanya sebel sama pacar or gebetan kakak kita. ...