Sunday, April 16, 2017

Imajinasi dan Menjadi GILA


Setiap orang menyukai keramaian. Setiap orang menghindari kesendirian. Mereka berbondong-bondong, bersatu untuk membuat suasana yang menurut mereka menyenangkan. Tapi tidak dengan aku. Di rurangan 3x3 meter yang kusebut basecamp pribadiku, aku merasa nyaman. Dibanding dengan mereka yang menyebut dirinya 'kebersamaan'.

Menjadi diriku sendiri artinya menjadi sesuatu yang menyedihkan. Mataku selalu basah tapi tidak ada setetes air pun yang menggenang. Hatiku selalu kotor, tapi tidak ada debu yang perlu dibersihkan. Dan pikiranku selalu penuh walau tidak satupun barang dikeluarkan. Tidak mudah menjadi aku yang lebih memilih tenggelam daripada ikut mereka ke permukaan.

Aku jauh dari orang yang kusuka. Aku jauh dari mereka yang ingin kubagi cerita. Aku jauh dari apa yang disebut kenyataan. Saat sendiri, terduduk atau terlentang di lantai, dengan sebuah kertas dan bolpoin juga satu imajinasi, kuciptakan orang-orang itu dipikiranku. Mereka yang selalu mendengarkan aku, dan dia yang aku ingin selalu berada disampingnya. Tidak ada yang bisa melihat, hanya aku dan pikiranku. Kubuat mereka seolah memiliki bayangan lalu kuajak bicara. Kubagi semua yang ada dipikiranku kemudian tertawa bersama.

Orang-orang mungkin akan berpikir bahwa aku adalah perempuan gila yang sombong. Berbicara sendiri dengan bayangan-bayangan. Terkadang aku memikirkannya. Menjadi gila di hadapan orang itu memalukan. Tapi terkadang aku mengabaikannya. Menjadi gila tidak seburuk itu selama aku tahu batasan kegilaanku. Imajinasiku berasal darinya dan aku tidak ingin menghilangkan harta berharga itu. Aku suka menjadi 'GILA'.

Seseorang di kepalaku

Jangan, jangan pergi. Enggak, aku harus pergi. Jangan, kalau aku kesana aku bakal jadi bahan omongan. Ayolah enggak bakal ada yang ...