Wednesday, April 13, 2016

Sahabat (pertamaku) di masa lalu


Ketika aku kecil, aku menemukan seseorang yang mungkin bisa menjadi sahabatku. Dia mengerti akan diriku. Perkembanganku, pertumbuhan tubuhku, dan menyediakan semua hal yang kubutuhkan. Dia menyiapkan semuanya. Melindungku dari gangguan kecil seperti bakteri atau virus yang ingin menyerangku. Dia bagaikan sistem imun di tubuhku. Siapa yang menyangka umurnya tidaklah panjang. Orang itu bahkan belum merasakan arti sebuah kehidupan. Dia tidak tahu bagaimana diriku menjalani dunia ini dengan sedikit kelicikan.

Saturday, March 5, 2016

THA-LIA


Kami makan siang bersama. Di kantin sekolah yang lumayan ramai di jam istirahat. Matanya yang bulat menatapku dengan lembut. Berkedip beberapa kali, menungguku bicara. Pesanan kami datang. Bakso mercon dan sepiring sayuran rebus tanpa bumbu milik cewek yang sedang duduk di depanku.

Saturday, February 27, 2016

Melody Yang Samar


Duduk di bukit kecil, menghadap cakrawala ditemani angin sepoi di sore hari membuat pikiranku fresh, seperti bayi yang baru lahir. Hamparan sawah dengan warnanya yang indah, hijau dan hiasan coklat dari ilalang gajah. Hutan kecil yang ditumbuhi pohon-pohon besar menghalangi pandanganku untuk lebih jauh menikmati ciptaan Tuhan ini. Cicitan burung kecil menghantui telingaku, membuatku lupa kalau aku masih hidup.
Tiba-tiba, sesuatu membuyarkan lamunanku. Sesuatu yang lebih indah, yang memaksa masuk ke rongga-rongga telingaku. Aku memperhatikannya lebih dekat. Mendengarkan setiap melody yang tersamar di antara riuhnya daun yang bergesekan. Aku menangkapnya. Keindahan melody yang berasal dari gesekan benda indah berwarna coklat.

Saturday, February 20, 2016

Makhluk bernama 'WANITA'



Benar yang dikatakan banyak cowok kalau cewek itu makhluk yang aneh. Kita nih –bangsa cewek, selalu menuntut lebih ke kalian. Kita gak mau disalahkan dan selalu ingin menang. Padahal sih kita cuman butuh perhatian, support dan ketulusan. Yaa, walaupun kita sering mengecewakan kalian.
Apa yang sebenarnya terjadi adalah cowok cuman butuh kesabaran. Sabar dalam mengerti sifat alami cewek, sabar dalam menghadapi kemanjaan cewek, dan sabar dalam menangani sikap kekanak-kanakan cewek. Susah gak sih? 

Saturday, February 13, 2016

Cinta (monyet) pertamaku

Setiap hari aku melewati jalan yang sama. Setiap hari pula aku bertemu dengan orang yang berbeda. Tempat yang selalu kulihat di pinggir jalan, di depan lapangan tenis yang tidak terpakai. Aku ingat beberapa tahun yang lalu kamu masi berdiri disana. Menunggu seseorang yang bukan aku. Memakai jaket dan topi dan kamu memasukkan tanganmu ke saku. Kupikir kamu kedinginan karena hujan semalam.
Kamu tidak pernah tersenyum. Ditempat itu sambil sesekali jongkok lalu berdiri lagi ketika angkot yang kutumpangi berhenti di depanmu. Seharusnya kamu melihatku, setidaknya melirik ke arahku. Tapi matamu sama sekali tidak menemukanku diantara belasan orang di angkot itu. Begitulah keadaan yang terjadi antara kamu dan aku.

Friday, February 5, 2016

Peramal Kelas A


Hal yang paling menyebalkan adalah pergi ke kantin saat jam istirahat. Kalau bukan karena Amel –pacarku– yang ngajak ketemuan, huh... aku males jalan kesana. Mending ke perpustakaan atau ke lapangan main futsal sama anak-anak.
“Eh, sayang,” kata Amel mulai curhat, “Tau gak, masa’ si peramal bilang kita bakal putus gara-gara kamu suka sama cewek lain. Nyebelin gak sih?”
“Si peramal siapa?” jawabku setengah cuek. Kunikmati saja bakso bu kantin sambil mendengarkan mulutnya mengoceh.
“Itu loh, anak indigo yang pernah aku ceritain itu. Masa’ kamu lupa sih?” Amel memonyongkan bibirnya.
Dari sejuta ocehannya, mungkin yang masuk ke ingatanku cuman seputar pelajaran, film dan hobby shoppingnya. Aku mengangguk pura-pura ingat. Bakso bu kantin lebih menarik perhatianku daripada ceritanya tentang si peramal itu.
“Kamu dengerin aku gak sih?”
“Huh? Ya, denger sih. Tapi disini kan rame, jadi agak kurang jelas gitu!”
Mulut Amel semakin monyong. Dia kelihatan kesal, kayak kambing yang mau disembelih. Aku tersenyum melihatnya. Mungkin ini yang kusuka darinya. Caranya mengekspresikan kekesalannya itu begitu lucu dimataku. Bukannya mengumpat tapi memonyongkan bibirnya seperti platipus. Hahaha... pipinya yang menggembung membuat wajah chubbynya semakin menggemaskan. Kucubit pipi bakpao itu sampai Amel mengeluarkan suara manjanya.
“Jadi kamu percaya?” kataku menanggapi.
“Enggak lah! Dia kan anak aneh yang lebih suka ngomong sendiri. Apa semua anak indigo kayak gitu ya?” kata Amel, menyeruput kuah baksoku.
“Mungkin. Aku gak pernah punya temen anak indigo.”
“Tapi nih ya, apa yang keluar dari mulutnya itu beneran terjadi loh sayang!” wajah Amel mulai serius, “Kemarin dia ngomong gini ke bu Janet, ‘Ibu jangan ke kamar mandi, nanti ibu jatuh!’ dan kamu tau sendiri kan apa yang terjadi sama bu Janet selanjutnya?”

Saturday, January 30, 2016

The fucking one are called SAHABAT


Mungkin, menurutku saja, sahabat adalah sosok istimewa yang mengerti diri kita seutuhnya. Mulai dari sifat, hobby, sikap, sampai kemana arah pikiran kita. Bisa dibilang sahabat adalah satu-satunya yang tahu rahasia terbesar kita seperti orang yang kita suka misalnya. Hahaha... orang yang kita suka bukanlah suatu rahasia bagiku, tidak! Itu hanya sejumput kotoran kecoak yang tidak sengaja masuk ke vacum cleaner.
Sahabat, yang sebenarnya –masih menurutku, hanyalah bayangan. Benda hitam yang mengikutiku kemana-mana. Sahabat adalah bayang-bayang dari rasa takut. Seperti penguntit yang tidak berasa, berbau, dan tidak terlihat. Sesuatu yang tidak akan kutemui di google map. Aku lebih suka memanggil mereka, the fucking one. Hanya orang bodoh yang masih percaya apa itu sahabat. Mencari arti dari sebuah persahabatan. 

Saturday, January 16, 2016

Albino yang Misterius

Seorang cewek albino berambut pirang masuk dan mempekenalkan dirinya. Keramaian pun muncul. Kelas yang semula sunyi berubah ricuh. Seperti demo mahasiswa yang terjadi belakangan ini. Apalagi anak cowok. Kalau ada yang bening sedikit saja sudah seperti orang kesurupan. Teriak sana sini cuma mau cari perhatian.
Butuh waktu lama untuk membuat mereka diam. Tapi akhirnya mereka bungkam juga. Anak baru itu dipersilahkan duduk di bangku kosong disamping Evan. Sontak saja Evan bahagia, membuat iri cowok lain di kelas.
“Hai, kenalin gue Evan!” kata Evan malu-malu.
Cewek itu tersenyum. Membuat Evan semakin jatuh cinta. Dia punya gigi gingsul yang indah yang membuat senyumnya semakin terlihat manis. Mereka berjabatan. Tanganya lembut dan terasa dingin saat menyentuh kulit Evan.
“Elisa!” jawab cewek itu.
Karena duduk berdekeatan, mereka sering mengobrol, tetapi dia tidak pernah membicarakan keluarganya. Dalam segi akademik, bisa dibilang Elisa anak yang jenius. Dia sudah mampu mengejar ketertinggalan. Hal itu membuat Evan semakin kagum. Sebuah benih cinta pun tumbuh di hatinya.
Pagi-pagi sekali Evan sudah berangkat. Padahal hari ini bukan jadwal piketnya. Evan segera menuju kelas. Dia mengeluarkan kertas dan bolpoin. Tanpa membuang waktu Evan menenggelamkan diri kedalam tulisannya.
“Ngerjain apa?” sapa Elisa yang tiba-tiba muncul di hadapannya.
Hal itu membuat konsentrasi Evan buyar. Dia menoleh. “Elisa? Sejak kapan elo disini?”
“Gue baru dateng kok!” Elisa terenyum. Dia duduk di samping Evan, “Ngerjain apa?”.
“Oh ini, tugas esay Bahasa Inggris! Semalem gue lupa buat!!”
“Mau gue bantu!” Elisa menarik buku Evan. Mengoreksi tulisannya yang amburadul.
Bukan sulap bukan sihir, pekerjaan Evan selesai lebih cepat. Dan yang paling ajaib tulisannya benar-benar rapi. Dia yakin bakal dapet nilai bagus nanti. Kebahagiaan terpancar di wajahnya.
Semakin hari, Elisa dan Evan semakin dekat. Perasaan Evan semakin lama semakin dalam. Rasanya hampir meledak. Apalagi kalau mereka sedang bercanda. Saat melihat Elisa tertawa lepas, serasa dunia miliknya dan Elisa seorang.
Bintang yang bersinar lebih terang dari biasanya. Walaupun masih sering berkompetisi siapa yang paling cerah, mereka tetap berjejer rapi di langit. Secara tiba-tiba, bayangan Elisa muncul. Seolah tidak percaya Evan mengusap matanya.
“Ih, kok jadi mikirin Elisa?” Guman Evan sendirian di balkon rumahnya.
Jam menunjukkan pukul sebelas malam. Tapi mata Evan masih tetap terjaga. Evan melirik ke arah jalanan di depan rumah. Sepi. Terdengar lolongan anjing. Lama kelamaan Evan bosan bengong sendirian. Dia memutuskan mencari makanan di depan kompleks rumahnya.
Beberapa rumah masih terang, sedangkan sisanya gelap. Hanya lampu taman dan lampu jalanan yang menjadi penerangnya saat ini. Dia berjalan seolah tidak ada akhirnya. Ditatapnya lurus kedepan. Perjalanan masih panjang. Evan seolah berada di sebuah lubang yang sangat dalam. Hitam gelap. Tidak berujung.
GUBBRRAAAKKK...
Evan menabrak sesuatu. Dia terjatuh.

Saturday, January 9, 2016

Shortcake cinta


Selesai. Semuanya akan selesai sampai disini. Kisahku dan dia, satu-satunya orang yang ada di hatiku selama ini akan berakhir. Aku tidak sanggup membayangkannya. Apa yang akan aku lakukan setelah ini? Tanpanya disisiku, tidak akan ada hal yang menyenangkan lagi. Kehidupanku akan hambar.

***
Pesanan sudah datang. Shortcake strowberry dengan lapisan coklat nikmat di dalamnya siap tersaji di atas meja. Wah, kelihatannya sedap. Bibirku tidak berhenti tersenyum membayangkan betapa lezatnya kue itu saat berada di mulutku.
“Huh, lebay! Hampir setiap hari elo makan itu, kan?”, kata Radit membuyarkan lamunanku.
“Tapi ini kan spesial,” kataku manja, “Spesial kelulusan kita! Sebagai tanda kalau mulai hari ini kita resmi jadi dewasa. Ah, senangnyaaaa!!!”, kataku sambil menggigit kue itu. Hmmm... Lezat!!
“Kita kan baru lulus SMP! Daripada mikirin itu, mending elo mikirin mau SMA dimana!”, balas Radit.
“Emang elo udah tahu mau SMA dimana?”,
Radit meletakkan shortcakenya. Pandangannya mengarah jauh ke luar. Ke arah jalanan yang ramai. Entah apa yang dilakukannya, melamun atau...?
“SMK Teknik Mandiri!”, katanya tiba-tiba dengan bangganya.
Aku terkejut. SMK Teknik? Itu kan sekolah khusus cowok. Tapi kenapa? Dia tidak pernah membicarakan ini denganku. Aku tidak percaya, dia pasti bercanda.
“Gue pingin setelah lulus nanti punya keahlian, mandiri dan bertanggung jawab. Jadi gue memutuskan untuk masuk SMK Teknik.”, kata Radit menjelaskan.
“Apa lo bakal tinggal di asrama?”,
Radit menjauhkan matanya dariku. Dia mengangguk sambil memandang ke luar toko.
“Oh, baguslah kalau begitu! Hahaha...!”, aku tidak tahu harus bicara apa lagi. Berita ini sangat mengejutkan untukku.
“Jadi lo dukung gue?”,
“Kenapa nggak?”,
“Tapi kita bakalan..... Ah, bagus kalau gitu!”, balas Radit sambil mengacak-acak poniku.
Shortcake strowberry yang semula lezat, berubah menjadi hambar. Suasana yang semula menyenangkan, tiba-tiba berubah canggung. Radit tidak banyak bicara seperti biasanya. Dia bahkan tidak menanyakan dimana aku akan melanjutkan SMA. Apa dia tidak ingin tahu tentang aku? Atau dia memang tidak peduli padaku? Ah... menyebalkan.

Seseorang di kepalaku

Jangan, jangan pergi. Enggak, aku harus pergi. Jangan, kalau aku kesana aku bakal jadi bahan omongan. Ayolah enggak bakal ada yang ...