Ketika aku kecil, aku menemukan seseorang
yang mungkin bisa menjadi sahabatku. Dia mengerti akan diriku. Perkembanganku,
pertumbuhan tubuhku, dan menyediakan semua hal yang kubutuhkan. Dia menyiapkan
semuanya. Melindungku dari gangguan kecil seperti bakteri atau virus yang ingin
menyerangku. Dia bagaikan sistem imun di tubuhku. Siapa yang menyangka umurnya
tidaklah panjang. Orang itu bahkan belum merasakan arti sebuah kehidupan. Dia
tidak tahu bagaimana diriku menjalani dunia ini dengan sedikit kelicikan.
Di usiaku yang sudah dewasa, kucoba mencari
beberapa ingatan tentangnya. Kutanyakan pada Ayah dan Ibu, jawaban mereka
hanya sebuah keheningan. Pernah aku menyerah, melupakannya dan pergi dengan
kesibukanku memainkan beberapa peran yang kusuka. Namun, di saat matahari mulai
bersembunyi dan langit berubah hitam, aku kembali memikirkannya.
Bagaimana aku bisa melupakan sahabat
pertama dalam hidupku?
Dalam beberapa hal aku berpikir. Kenapa
Tuhan hanya memberikan ruh itu padaku? Kenapa Tuhan tidak sekalian memberi ruh
itu padanya? Bolehkah aku berpikir begitu? Aku ingin dia juga melihat seperti
apa dunia ini. Betapa indah dan misteriusnya kehidupan ini. Betapa banyak warna
dari bekas tetesan hujan. Masih banyak hal yang seharusnya juga dia rasakan.
Namun, mengapa ruh itu hanya ditiupkan
padaku?
Saat aku mengingatnya, sahabat pertamaku, sebenarnya yang terjadi adalah aku tidak tahu seberapa kecil aku saat itu.
Berapa usiaku saat itu. Apakah aku memperkenalkan diri terlebih dulu atau apa
yang paling sering kita bicarakan. Saat itu, aku tidak ingat apakah mataku bisa
melihatnya? Apakah tanganku bisa memeluknya? Aku juga tidak bisa mengingat
seperti apa dirinya. Yang aku tahu dari cerita orang-orang adalah kedua orang
tuaku menguburnya di depan rumah di depan kamarku. Menggantungkan sebuah neon
kecil sebagai pertanda keberadaanku. Di saat itu juga dia melindungiku dari
kebisingan kota, menjagaku agar tetap nyaman bersama dua malaikat yang selalu
menyayangiku.
Dia melindungiku untuk kedua kaliny,
dan aku tetap tidak dapat mengingatnya.
No comments:
Post a Comment