Saturday, March 5, 2016

THA-LIA


Kami makan siang bersama. Di kantin sekolah yang lumayan ramai di jam istirahat. Matanya yang bulat menatapku dengan lembut. Berkedip beberapa kali, menungguku bicara. Pesanan kami datang. Bakso mercon dan sepiring sayuran rebus tanpa bumbu milik cewek yang sedang duduk di depanku.

“Selamat makan!” katanya sambil memilih sayuran mana yang dimakannya lebih dahulu.
Aku mengangguk. Kuseruput kuah bakso super pedas itu sebagai permulaan. Sedangkan mataku tetap fokus padanya, cewek kaku yang tidak banyak bicara. Posturnya benar-benar sempurna, tidak kurus tidak juga gemuk. Dan caranya bersikap bagaikan seorang putri bangsawan Inggris. Wajahnya agak kebule-bulean dengan kulit putih dan alis hitam. Rambutnya panjang sebahu berwarna coklat gelap, diikat setengah dengan jepitan rambut berwarna merah. Beberapa helai poninya dibiarkan menggantung di tepian mata.
“Jadi kamu vegetarian?” aku menunjuk sayuran hambar di piringnya. Cewek itu tidak menjawab. Sibuk mengunyah makanan di mulutnya, menatap lurus ke arahku.
“Iya,” katanya setelah menelan makanannya, “Biarkan aku mengunyah makanan ini sampai selesai!” Cewek itu mengambil sayuran lagi lalu mengunyahnya.
Waktu berlalu tanpa kami bicara apa-apa. Yang aku lakukan hanya melihatnya makan, mengecap makanannya sampai 33 kali lalu menelannya. Mengunyah lagi lalu telan. Mengunyah telan, begitu seterusnya. Saking sibuknya memperhatikan cewek kaku ini, bakso merconku sampai dingin dan terasa aneh di mulut. Rasa pedas yang seharusnya mampu membakar lidahku, berubah menjadi pahit yang mampu membuatku mual.
Kutolehkan kepalaku ke tempat teman-temanku duduk, tidak jauh dari sana. Mereka melihatku sambil menahan tawa. Meledekku dengan menirukan gaya si cewek kaku di depanku ini. Akh, sangat menyebalkan. Kalau bukan karena 5 juta, aku malas melakukan hal ini. Stevan si playboy dan Thalia si kaku, hahaha jelas kami bukan pasangan yang cocok.
“Aku sudah selesai makan, kamu tadi mau ngomong apa?” katanya. Akhirnya makanan laknat itu habis juga. Thalia menatapku seperti sebelumnya. Kutinggalkan baksoku yang masih separuh, membalas tatapannya selembut mungkin.
“Um, sebenernya aku...”
Teng teng teng... bel sialan itu menghentikan kata-kataku.
“Sudah masuk, kita lanjutkan besok saja. Sampai jumpa!” pamitnya lalu pergi. Aku bahkan belum melancarkan serangan apa-apa padanya. Shit!!!
Begitu Thalia tidak terlihat lagi, kedua temanku tadi langsung menghampiriku. Mereka tertawa sambil menirukan Thalia yang super kaku.
“Hahaha... Apa lo berhasil?” kata raffi diikuti tawa ejekannya.
“Wah wah, liat muka lo! Hahaha...” sambung Bobby, “Jangan-jangan lo mau nyerah, huh?”
“Masih terlalu dini buat nyerah!”
“Ya, ya... lo bener! Masih ada 5 hari lagi. Masih ada waktu ngumpulin 10 juta buat kita, iya kan?” Bobby merangkulku.
“Ckc, kalian masih ngeraguin kredibilitas gue sebagai penakhluk wanita, huh?” satu persatu kulirik kedua temanku itu, “Kalian kumpulin aja 5 juta buat gue!” hardikku kemudian pergi meninggalkan mereka yang masih meremehkanku.
Sengaja aku lewat depan kelas Thalia. Mengintip sekilas dari jendela. Cewek itu duduk di bangku paling belakang, matanya lurus kedepan. Dia hanya sendirian sementara anak-anak lain membentuk kelompok. Apa dia termasuk introvert? Atau tidak ada yang mau bermain dengannya? Ckc... Mau bagaimana lagi, dia kan cewek kaku bin aneh.
Bel pulang berbunyi. Kehidupanku di sekolah hari ini sudah selesai. Aku dan ketiga temanku bersama-sama pergi ke parkiran. Biasanya Raffi sering nebeng, tapi hari ini dia bilang tidak mau mengganggu kencanku dengan Thalia. Dasar cowok sialan! Mereka masih saja menggodaku. Alhasil aku pulang sendirian.
Di tengah jalan kutemukan cewek kaku bin aneh itu berdiri di pos satpam. Menunggu seseorang yang mungkin akan menjemputnya. Kupinggirkan sepedaku, mengamati dirinya yang hanya diam seperti robot. Semakin lama kuperhatikan cewek itu memang aneh. Matanya hanya menatap lurus ke depan, seakan tidak memikirkan apa-apa. Dan ekspresi wajahnya datar tanpa ada perubahan yang menonjol. Benar-benar kaku.
Setelah 5 menit berlalu, sebuah honda brio merah menghampirinya. Thalia langsung masuk dan mobil itu pun pergi. Kuikuti mereka pelan-pelan. Menjaga jarak aman, jangan sampai mereka curiga. Sampai akhirnya mobil itu berhenti di sebuah perumahan mewah. Tidak ada rumah bertipe 70 disini. Semuanya rumah mewah dengan penyangga beton yang besar. Halamanya luas dengan pagar tembok yang tinggi.
Aku memarkirkan motorku tidak jauh dari sana. Lalu mendekat ke gerbang rumah yang dimasuki mobil Thalia. Rumah itu tampak sepi. Di pos satpam pun tidak ada orang. Kuintip melalui celah kecil di pintu pagar. Thalia turun dari mobil lalu masuk ke rumah itu. Tiba-tiba sepasang mata muncul dari balik celah tempatku mengintip. Aku melompat kaget, jatuh terduduk. Tulang ekorku serasa hancur dibuatnya.
“Ngapain lo di rumah gue?” pemilik mata itu keluar melalui pintu pagar yang dibuka sedikit. Seorang cewek yang tidak asing lagi dimataku.
“THALIAAA???”

 TO.BE.CONTINUE

No comments:

Seseorang di kepalaku

Jangan, jangan pergi. Enggak, aku harus pergi. Jangan, kalau aku kesana aku bakal jadi bahan omongan. Ayolah enggak bakal ada yang ...