Kami
makan siang bersama. Di kantin sekolah yang lumayan ramai di jam istirahat.
Matanya yang bulat menatapku dengan lembut. Berkedip beberapa kali, menungguku
bicara. Pesanan kami datang. Bakso mercon dan sepiring sayuran rebus tanpa
bumbu milik cewek yang sedang duduk di depanku.
“Selamat
makan!” katanya sambil memilih sayuran mana yang dimakannya lebih dahulu.
Aku
mengangguk. Kuseruput kuah bakso super pedas itu sebagai permulaan. Sedangkan
mataku tetap fokus padanya, cewek kaku yang tidak banyak bicara. Posturnya
benar-benar sempurna, tidak kurus tidak juga gemuk. Dan caranya bersikap bagaikan
seorang putri bangsawan Inggris. Wajahnya agak kebule-bulean dengan kulit putih
dan alis hitam. Rambutnya panjang sebahu berwarna coklat gelap, diikat setengah
dengan jepitan rambut berwarna merah. Beberapa helai poninya dibiarkan
menggantung di tepian mata.
“Jadi
kamu vegetarian?” aku menunjuk sayuran hambar di piringnya. Cewek itu tidak
menjawab. Sibuk mengunyah makanan di mulutnya, menatap lurus ke arahku.
“Iya,”
katanya setelah menelan makanannya, “Biarkan aku mengunyah makanan ini sampai
selesai!” Cewek itu mengambil sayuran lagi lalu mengunyahnya.
Waktu
berlalu tanpa kami bicara apa-apa. Yang aku lakukan hanya melihatnya makan, mengecap
makanannya sampai 33 kali lalu menelannya. Mengunyah lagi lalu telan. Mengunyah
telan, begitu seterusnya. Saking sibuknya memperhatikan cewek kaku ini, bakso
merconku sampai dingin dan terasa aneh di mulut. Rasa pedas yang seharusnya
mampu membakar lidahku, berubah menjadi pahit yang mampu membuatku mual.
Kutolehkan
kepalaku ke tempat teman-temanku duduk, tidak jauh dari sana. Mereka melihatku
sambil menahan tawa. Meledekku dengan menirukan gaya si cewek kaku di depanku
ini. Akh, sangat menyebalkan. Kalau bukan karena 5 juta, aku malas melakukan
hal ini. Stevan si playboy dan Thalia si kaku, hahaha jelas kami bukan pasangan
yang cocok.
“Aku
sudah selesai makan, kamu tadi mau ngomong apa?” katanya. Akhirnya makanan
laknat itu habis juga. Thalia menatapku seperti sebelumnya. Kutinggalkan
baksoku yang masih separuh, membalas tatapannya selembut mungkin.
“Um,
sebenernya aku...”
Teng
teng teng... bel sialan itu menghentikan kata-kataku.
“Sudah
masuk, kita lanjutkan besok saja. Sampai jumpa!” pamitnya lalu pergi. Aku
bahkan belum melancarkan serangan apa-apa padanya. Shit!!!
Begitu
Thalia tidak terlihat lagi, kedua temanku tadi langsung menghampiriku. Mereka
tertawa sambil menirukan Thalia yang super kaku.
“Hahaha...
Apa lo berhasil?” kata raffi diikuti tawa ejekannya.
“Wah
wah, liat muka lo! Hahaha...” sambung Bobby, “Jangan-jangan lo mau nyerah,
huh?”
“Masih
terlalu dini buat nyerah!”
“Ya,
ya... lo bener! Masih ada 5 hari lagi. Masih ada waktu ngumpulin 10 juta buat
kita, iya kan?” Bobby merangkulku.
“Ckc,
kalian masih ngeraguin kredibilitas gue sebagai penakhluk wanita, huh?” satu
persatu kulirik kedua temanku itu, “Kalian kumpulin aja 5 juta buat gue!”
hardikku kemudian pergi meninggalkan mereka yang masih meremehkanku.
Sengaja
aku lewat depan kelas Thalia. Mengintip sekilas dari jendela. Cewek itu duduk
di bangku paling belakang, matanya lurus kedepan. Dia hanya sendirian sementara
anak-anak lain membentuk kelompok. Apa dia termasuk introvert? Atau tidak ada
yang mau bermain dengannya? Ckc... Mau bagaimana lagi, dia kan cewek kaku bin
aneh.
Bel
pulang berbunyi. Kehidupanku di sekolah hari ini sudah selesai. Aku dan ketiga
temanku bersama-sama pergi ke parkiran. Biasanya Raffi sering nebeng, tapi hari
ini dia bilang tidak mau mengganggu kencanku dengan Thalia. Dasar cowok sialan!
Mereka masih saja menggodaku. Alhasil aku pulang sendirian.
Di
tengah jalan kutemukan cewek kaku bin aneh itu berdiri di pos satpam. Menunggu
seseorang yang mungkin akan menjemputnya. Kupinggirkan sepedaku, mengamati
dirinya yang hanya diam seperti robot. Semakin lama kuperhatikan cewek itu
memang aneh. Matanya hanya menatap lurus ke depan, seakan tidak memikirkan
apa-apa. Dan ekspresi wajahnya datar tanpa ada perubahan yang menonjol.
Benar-benar kaku.
Setelah
5 menit berlalu, sebuah honda brio merah menghampirinya. Thalia langsung masuk
dan mobil itu pun pergi. Kuikuti mereka pelan-pelan. Menjaga jarak aman, jangan
sampai mereka curiga. Sampai akhirnya mobil itu berhenti di sebuah perumahan
mewah. Tidak ada rumah bertipe 70 disini. Semuanya rumah mewah dengan penyangga
beton yang besar. Halamanya luas dengan pagar tembok yang tinggi.
Aku
memarkirkan motorku tidak jauh dari sana. Lalu mendekat ke gerbang rumah yang
dimasuki mobil Thalia. Rumah itu tampak sepi. Di pos satpam pun tidak ada
orang. Kuintip melalui celah kecil di pintu pagar. Thalia turun dari mobil lalu
masuk ke rumah itu. Tiba-tiba sepasang mata muncul dari balik celah tempatku
mengintip. Aku melompat kaget, jatuh terduduk. Tulang ekorku serasa hancur
dibuatnya.
“Ngapain
lo di rumah gue?” pemilik mata itu keluar melalui pintu pagar yang dibuka
sedikit. Seorang cewek yang tidak asing lagi dimataku.
“THALIAAA???”
TO.BE.CONTINUE
No comments:
Post a Comment