Tuesday, April 1, 2014

Rambut Terindah

Gaya rambut gue tidak pernah berubah. Panjang dan bergelombang. Pernah gue potong rambut ala cowok. Pas gue lihat di kaca, gue teriak "elo siapa?" sambil melotot. Gue merasa asing dan tidak percaya kenapa gue ganteng banget? Gue kan cewek? Stop, itu semua hanya ada di imajinasi gue. Yang aslinya gue jadi mirip sama Alm.Nike Ardila.

Sebenarnya rambut cowok gue berawal dari kejadian yang tidak disengaja. Waktu itu gue dan Choki, tetangga absurb gue main salon-salonan. Choki bertindak sebagai si tukang salon dan gue sebagai pelanggan. Entahlah apa yang membuat gue khilaf melakukan permainan itu. Sedangkan gue tahu Choki itu cowok. Gue rasa kita berdua sudah kerasukan.

Di teras rumah Choki, gue berlagak jadi gadis cantik yang mau potong rambut. Kebetulan waktu itu rambut gue ikat setengah di samping. Gue duduk di kursi yang sudah disediakan. Choki mendatangi gue yang menghadap ke kaca. 


"Potong model apa, cint?" kata Choki. Di tangannya sudah ada gunting dan sisir. Entah kenapa di jaman itu Choki mampu memerankan tokoh ngondek khas mas-mas salon.

"Di rapiin aja, sist!" jawab gue menirukan gaya nyokab kalau lagi mau potong rambut.

"Oke deh cint!" balas Choki.

CEKRISS CEKRISS (Suara rambut dipotong). Hanya dua bunyi itu yang masuk ke telinga gue. Selanjutnya *hening.

"Udah sist?" kata gue sambil menoleh.

Ya Allah Ya Tuhanku, Choki mematung. Diam tak berdaya. 

"Eeelllllooooo kenapa Chooooookiiiii?" teriak gue histeris. Gue menggoyang-goyang badan Choki. Dia tidak bergeming.  

"Chokiiiiiii eloooooo kenapaaa?" teriak gue lebih keras. 

"Rambut elo...." akhirnya Choki membuka mulutnya. Dia mengulurkan sehelai rambut di tangannya. "...kepotong segini!"

"RAMMBBBUUUUTTTTT GUUUUUEEEEE!!!!" gue terkejut. Sehelai rambut yang gue ikat setengah sekarang ada di tangan Choki.
 
Ya Allah Ya Tuhanku... Bagaimana bisa gue hidup dengan rambut setengah pendek? 'Choki elo harus tanggung jawab!' Umpat gue dalam hati. 

Karena kita berdua masih sangat kecil dan hal itu dianggap sebuah kecelakaan biasa, nyokab tidak melayangkan gugatan perbuatan tidak menyenangkan pada Choki. Dia dibebaskan dari tuduhan. Itu sangat tidak. Gue harus kehilangan rambut panjang nan indah gue sedangkan Choki bebas dari hukuman. Tapi apalah daya, gue tidak mampu berbuat apapun? Haruskah gue melakukan demo di depan rumah Choki? Atau meneror keluarganya? Come on, gue masih waras.

Hari itu juga gue pergi ke salon yang sebenarnya. Memangkas pendek rambut gue. Butuh waktu setahun untuk memulihkan rambut panjang gue. Dan selama itu pula gue harus menahan malu. Di sekolah gue dihina abang-abang cilok.

Nyokab mengajari gue cara bersyukur dengan cara mengalihkan penghinaan. Setidaknya rambut gue sudah tidak setengah panjang. Sekarang gue punya rambut terindah di dunia (versi gue). Tidak usah mendengar ocehan orang, toh rambut rambut gue. Bagus atau tidak, indah atau jelek, keren atau jadul, tergantung bagaimana cara kita menilainya. Apa yang kita pikirkan tentang diri kita sendiri, itulah yang akan dipikirkan orang tentang kita. Bersyukurlah, itu kunci kebahagiaan.

Meskipun gue pernah punya rambut setengah panjang, tapi itu adalah rambut terindah yang pernah gue miliki. Dan seindah-indahnya rambut gue, toh gue berjilbab dan hanya muhrim gue yang tahu. Jadi, nikmati rambut terindahmu.

No comments:

Seseorang di kepalaku

Jangan, jangan pergi. Enggak, aku harus pergi. Jangan, kalau aku kesana aku bakal jadi bahan omongan. Ayolah enggak bakal ada yang ...