Setiap
hari aku melewati jalan yang sama. Setiap hari pula aku bertemu dengan orang
yang berbeda. Tempat yang selalu kulihat di pinggir jalan, di depan lapangan
tenis yang tidak terpakai. Aku ingat beberapa tahun yang lalu kamu masi berdiri
disana. Menunggu seseorang yang bukan aku. Memakai jaket dan topi dan kamu
memasukkan tanganmu ke saku. Kupikir kamu kedinginan karena hujan semalam.
Kamu
tidak pernah tersenyum. Ditempat itu sambil sesekali jongkok lalu berdiri lagi
ketika angkot yang kutumpangi berhenti di depanmu. Seharusnya kamu melihatku,
setidaknya melirik ke arahku. Tapi matamu sama sekali tidak menemukanku
diantara belasan orang di angkot itu. Begitulah keadaan yang terjadi antara
kamu dan aku.
Kita
berada di lingkungan yang sama. Tempat tinggalmu juga tidak berada jauh dari
tempat tinggalku. Bahkan sekolah kita pun sama. SD, SMP, SMK. Ya aku berada di
SMK yang kukira tidak bisa bertemu denganmu. Dengan prestasi voli dan musikmu
yang lumayan mungkin kamu akan memilih SMA favorit di tempat tinggal kita.
Tetapi entah apa yang membuatmu memilih SMK yang sama denganku. Hatiku bergetar
saat menemukan dirimu disana. Duduk bersama teman-temanmu yang tidak tahu masa
lalu kita. Aku tersenyum. Apapun alasanmu memilih sekolah itu, terima kasih
untuk kesempatan bersama denganmu lagi.
Aku
masih melewati jalan yang sama selama ini. Jalan untuk tetap menunggumu.
Seperti kamu yang menunggu seseorang itu, mungkin temanmu atau pacarmu. Aku
akan tetap tersenyum padamu dari balik tubuh orang-orang ini. Melihatmu sambil
terus tersenyum dan menikmati perasaanku yang tidak tersampaikan ini.
Tetapi
hari ini berbeda. Apa yang kamu lakukan? Tidakkah kamu cukup berdiri disana dan
menunggu seseorang yang menjemputmu itu datang? Kenapa kamu masuk dan duduk di
depanku? Kenapa kamu ada disini? Matamu yang coklat kehitaman membuatku terus
menunduk. Mengalihkan pandanganku ke tempat lain seolah tidak mengenalmu.
Masih
melewati jalan yang sama, tetapi kali ini aku bersamamu. Duduk tanpa bicara
apa-apa. Sesekali kualihkan mataku padamu. Menatapmu hanya sebentar lalu
membuangnya lagi. Tidak tahukah kamu betapa hatiku ingin memberontak. Menyapamu
dengan beberapa kalimat layaknya teman yang lama tidak bertemu. Aku bahkan
terus menggigit bibirku. Menyembunyikan betapa senangnya bisa melihatmu sedekat
ini.
Waktu
seakan berlalu sangat cepat. Kakiku lemas, tubuhku rasanya kaku. Ketika turun perasaan
ini tidak karuan. Aku mengatakan sesuatu padamu. Tentang aku dan perasaanku.
Meskipun terlambat beberapa hari sejak hari spesialmu, aku tetap ingin mengatakannya.
Kamu yang berjalan lebih dahulu, berhenti dan berbaliklah. Tatap aku seperti
aku menatapmu.
“Tommy!”
aku tidak bisa lagi menahan suaraku untuk memanggil namanya. Dalam sekejap dia
berbalik, menatapku dengan seribu pertanyaan di wajahnya.
“Iya,
Er?” jawabnya. Aku lega dia masih mengingat namaku. Lalu kenapa dia diam dan
tidak bicara padaku di angkot? Ah, mungkin karena aku terlalu naif padanya.
Kuberanikan
diriku mendekat, berdiri tepat didepannya. Kuambil gantungan fiberglass
di tasku. “Ini buat lo!” kuberikan gantungan itu padanya, “Happy birthday!!!”
kataku.
“Oh,
makasih!” dia mengambilnya. Tommy memperhatikan gantungan itu, “Lo juga ulang
tahun tiga hari sebelum gue kan? Happy birthday juga!”
“Eh?
I... Iya, sama-sama!” aku tidak tahu kebahagiaan macam apa yang kurasakan kali
ini. Dia bahkan mengingat hari ulang tahunku.
“Gue
gak punya apa-apa buat lo, hmm... tunggu sebentar!” Tommy mengobrak-abrik isi
tasnya. Menemukan sesuatu dan memberikannya padaku. “Gue gak tahu lo masih suka
apa nggak, tapi waktu SD lo suka banget makan ini kan?”
Roti
isi coklat? Makanan itu sudah lama kulupakan. Tapi Tommy mengingatnya dengan
baik. Jantungku semakin cepat berdetak sampai aku tidak bisa merasakan nafasku
terengah-engah menahan perasaan ini.
“Ah,
makasih! Udah lama gue gak makan ini,” balasku tanpa pikir panjang.
“Yaudah
kalo gitu, sampai ketemu di sekolah! Bye bye...” Tommy pergi. Memperlihatkan
punggungnya yang ingin kupeluk dari belakang. Berlari menjauh dariku untuk
kesekian kalinya.
Pertemuan
ini, satu-satunya kesempatan yang hampir terlewat olehku. Bersama dengannya
beberapa saat membuatku ingin meloncat dan berteriak. Kamu ingat namaku, kamu
ingat ulang tahunku, dan kamu ingat roti kesukaanku. Disaat aku hanya bisa
mengingat semua tentangmu, kamu mengingatku dengan baik.
Huft,
saat-saat yang tidak ingin aku lupakan. Setelah ini entah apa yang terjadi
padaku. Gantungan yang kuberikan padamu, gantungan yang berisi kunci dari diary
lama yang kamu berikan padaku waktu kecil. Kamu masih ingat? Kunci itulah yang
menjaga hatiku tetap tertutup. Membuatku untuk terus menunggumu. Sekarang tidak
ada yang bisa membukanya, termasuk aku. Karena kunci itu adalah milikmu. Cinta
(monyet) pertamaku.
To
be continue?
~E.N.D~
No comments:
Post a Comment