Saturday, February 13, 2016

Cinta (monyet) pertamaku

Setiap hari aku melewati jalan yang sama. Setiap hari pula aku bertemu dengan orang yang berbeda. Tempat yang selalu kulihat di pinggir jalan, di depan lapangan tenis yang tidak terpakai. Aku ingat beberapa tahun yang lalu kamu masi berdiri disana. Menunggu seseorang yang bukan aku. Memakai jaket dan topi dan kamu memasukkan tanganmu ke saku. Kupikir kamu kedinginan karena hujan semalam.
Kamu tidak pernah tersenyum. Ditempat itu sambil sesekali jongkok lalu berdiri lagi ketika angkot yang kutumpangi berhenti di depanmu. Seharusnya kamu melihatku, setidaknya melirik ke arahku. Tapi matamu sama sekali tidak menemukanku diantara belasan orang di angkot itu. Begitulah keadaan yang terjadi antara kamu dan aku.

Kita berada di lingkungan yang sama. Tempat tinggalmu juga tidak berada jauh dari tempat tinggalku. Bahkan sekolah kita pun sama. SD, SMP, SMK. Ya aku berada di SMK yang kukira tidak bisa bertemu denganmu. Dengan prestasi voli dan musikmu yang lumayan mungkin kamu akan memilih SMA favorit di tempat tinggal kita. Tetapi entah apa yang membuatmu memilih SMK yang sama denganku. Hatiku bergetar saat menemukan dirimu disana. Duduk bersama teman-temanmu yang tidak tahu masa lalu kita. Aku tersenyum. Apapun alasanmu memilih sekolah itu, terima kasih untuk kesempatan bersama denganmu lagi.
Aku masih melewati jalan yang sama selama ini. Jalan untuk tetap menunggumu. Seperti kamu yang menunggu seseorang itu, mungkin temanmu atau pacarmu. Aku akan tetap tersenyum padamu dari balik tubuh orang-orang ini. Melihatmu sambil terus tersenyum dan menikmati perasaanku yang tidak tersampaikan ini.
Tetapi hari ini berbeda. Apa yang kamu lakukan? Tidakkah kamu cukup berdiri disana dan menunggu seseorang yang menjemputmu itu datang? Kenapa kamu masuk dan duduk di depanku? Kenapa kamu ada disini? Matamu yang coklat kehitaman membuatku terus menunduk. Mengalihkan pandanganku ke tempat lain seolah tidak mengenalmu.
Masih melewati jalan yang sama, tetapi kali ini aku bersamamu. Duduk tanpa bicara apa-apa. Sesekali kualihkan mataku padamu. Menatapmu hanya sebentar lalu membuangnya lagi. Tidak tahukah kamu betapa hatiku ingin memberontak. Menyapamu dengan beberapa kalimat layaknya teman yang lama tidak bertemu. Aku bahkan terus menggigit bibirku. Menyembunyikan betapa senangnya bisa melihatmu sedekat ini.
Waktu seakan berlalu sangat cepat. Kakiku lemas, tubuhku rasanya kaku. Ketika turun perasaan ini tidak karuan. Aku mengatakan sesuatu padamu. Tentang aku dan perasaanku. Meskipun terlambat beberapa hari sejak hari spesialmu, aku tetap ingin mengatakannya. Kamu yang berjalan lebih dahulu, berhenti dan berbaliklah. Tatap aku seperti aku menatapmu.
“Tommy!” aku tidak bisa lagi menahan suaraku untuk memanggil namanya. Dalam sekejap dia berbalik, menatapku dengan seribu pertanyaan di wajahnya.
“Iya, Er?” jawabnya. Aku lega dia masih mengingat namaku. Lalu kenapa dia diam dan tidak bicara padaku di angkot? Ah, mungkin karena aku terlalu naif padanya.
Kuberanikan diriku mendekat, berdiri tepat didepannya. Kuambil gantungan fiberglass di tasku. “Ini buat lo!” kuberikan gantungan itu padanya, “Happy birthday!!!” kataku.
“Oh, makasih!” dia mengambilnya. Tommy memperhatikan gantungan itu, “Lo juga ulang tahun tiga hari sebelum gue kan? Happy birthday juga!”
“Eh? I... Iya, sama-sama!” aku tidak tahu kebahagiaan macam apa yang kurasakan kali ini. Dia bahkan mengingat hari ulang tahunku.
“Gue gak punya apa-apa buat lo, hmm... tunggu sebentar!” Tommy mengobrak-abrik isi tasnya. Menemukan sesuatu dan memberikannya padaku. “Gue gak tahu lo masih suka apa nggak, tapi waktu SD lo suka banget makan ini kan?”
Roti isi coklat? Makanan itu sudah lama kulupakan. Tapi Tommy mengingatnya dengan baik. Jantungku semakin cepat berdetak sampai aku tidak bisa merasakan nafasku terengah-engah menahan perasaan ini.
“Ah, makasih! Udah lama gue gak makan ini,” balasku tanpa pikir panjang.
“Yaudah kalo gitu, sampai ketemu di sekolah! Bye bye...” Tommy pergi. Memperlihatkan punggungnya yang ingin kupeluk dari belakang. Berlari menjauh dariku untuk kesekian kalinya.
Pertemuan ini, satu-satunya kesempatan yang hampir terlewat olehku. Bersama dengannya beberapa saat membuatku ingin meloncat dan berteriak. Kamu ingat namaku, kamu ingat ulang tahunku, dan kamu ingat roti kesukaanku. Disaat aku hanya bisa mengingat semua tentangmu, kamu mengingatku dengan baik.
Huft, saat-saat yang tidak ingin aku lupakan. Setelah ini entah apa yang terjadi padaku. Gantungan yang kuberikan padamu, gantungan yang berisi kunci dari diary lama yang kamu berikan padaku waktu kecil. Kamu masih ingat? Kunci itulah yang menjaga hatiku tetap tertutup. Membuatku untuk terus menunggumu. Sekarang tidak ada yang bisa membukanya, termasuk aku. Karena kunci itu adalah milikmu. Cinta (monyet) pertamaku.
To be continue?

~E.N.D~

No comments:

Seseorang di kepalaku

Jangan, jangan pergi. Enggak, aku harus pergi. Jangan, kalau aku kesana aku bakal jadi bahan omongan. Ayolah enggak bakal ada yang ...